PERISTIWA TERKINI - Glodok adalah daerah pecinan yang menyaksikan sejarah di ibu kota. Karena itu, kawasan tersebut telah menjadi lokasi pembantaian etnis Tionghoa hingga kini menjadi pusat komersial yang sangat terkenal. Setiap kali kita menjelajah kaki dari arah Stasiun Jakarta Kota, Glodok akan terlihat dengan deretan toko-toko pertokoan. Mulai dari mal, elektronik sampai obat.
"Itu mulai menyebar, Glodok hanya berdagang, rumahnya seperti di Pluit, Jakarta Utara atau di Bumi Serpong Damai, Tangerang," kata Panduan Wisata Komunitas Historis Indonesia, Asep Kambali, Jumat (16/02/2018).
Sejumlah bangunan terlihat seperti pagar besi di tiap toko. Tapi kini toko tidak semua dimanfaatkan sebagai rumah tapi hanya toko biasa. Nama Glodok, bukan dari bahasa China. Tapi ada beberapa uraian Yang pertama ada kata grojok atau hujan yang turun, tapi oleh masyarakat Tionghoa kata 'grojok' diubah menjadi Glodok.
Uraian kedua, tempat untuk menampung hujan atau tempat untuk menampung air grojokan. Untuk versi terakhir itu adalah nama seorang tokoh masyarakat setempat bernama I Gede Glodok. Tapi, menurut cerita I Gede Glodok tinggal di daerah itu usai nama Glodok sudah dikenal masyarakat.
Glodok tidak hanya terkenal dengan bisnisnya, tapi yang paling dekat dengan Museum Fatahillah yang hanya 1,5 kilometer ini juga dikelilingi oleh warisan budaya terkenal lainnya. Seperti adanya beberapa kelenteng di Jalan Kemenangan III, Tamansari. Orang-orang lebih mengenal kelenteng Petak 9 dibandingkan nama viharanya.
"Jadi ada tiga uraian, dari kata grojok hujan jadi Glodok, tempat penampungan air grojok dan nama tokoh," katanya.
Salah satu dari Vihara Dharma Bhakti yang sangat melegenda dan menjadi kelenteng tertua di Ibu Kota. Ada juga, Gereja Santa Maria De Fatima yang dibangun asitektur Tionghoa. Maka tidak heran jika arsitekturnya menyerupai kelenteng disekitarnya. Untuk mencari makanan khas Tionghoa pun lebih mudah di kawasan ini. Sebab terdapat beberapa pasar yang mudah dijangkau dari kelenteng.
Pasar itu menjual beragam makanan seperti kue keranjang, asinan, permen khas Tionghoa hingga minuman khasnya. Contohnya Pasar Pancoran, di sana masyarakat menjual katak yang telah dikuliti ataupun masih hidup untuk obat tradisional. Untuk makanan khas, seperti di Pasar Pancoran lebih tepatnya di Gang Gloria menyediakan banyak makanan dan minuman mulai dari mie, nasi sampai kopi.
"Ramainya besok, sekarang mereka lagi pada silahturahmi. Daerah sini makanan khusus Tionghoa yang banyak mengandung babi, tapi memang semua orang datang ke sini dari orang turis sampai para pejabat," kata salah seorang warga, Sentoso.
Tapi, saat Berita Harian mendatangi daerah tersebut tidak begitu ramai disebabkan para pedagang sebagian menutup usahanya untuk berkunjung ke rumah saudara merayakan Imlek bersama. Hanya beberapa warung makan yang terlihat ramai berdatangan oleh masyarakat Tionghoa bersama keluarganya.