Seperti yang diberitakan, lelaki 64 tahun bernama Stephen Paddock melakukan serangan brutal dengan senjata otomatis kepada para penonton konser di Mandala Bay.
Peristiwa yang menewaskan 59 orang dan melukai ratusan lainnya itupun segera tercatat sebagai aksi penembakan masal paling mematikan dalam sejarah AS.
Tak berselang lama, kelompok teroris ISIS pun menunggangi peristiwa itu dan memakainya sebagai sarana propaganda.
Melalui kantor berita Amaq, teroris ISIS menyebut Paddock adalah salah satu "tentara" ISIS. Namun kalim itu tak dibarengi dengan bukti apapun.
Jika Biro Penyelidikan Federal (FBI) dan Badan Intelejen (CIA) langsung membantah klaim ISIS itu, tidak demikian dengan Trump.
Tanpa diduga, Trump hanya berkata, " i have no idea (saya tidak tahu)."
Selain melalui Amaq, ISIS pun menebar propaganda serupa lewat pesan instan Telegram.
Direktur Prgogram Ekstrimisme di Universitas George Washington, Lorenzo Vidino, mengatakan, teroris ISIS memang sering mengklaim berbagai kejadian teror di dunia.
"Khusunya saat ini, mereka telah mengklaim bertanggung jawab dalam penembakan Las Vegas, tanpa bukti," kata Vidino.
"Sudah lama mereka mendramatisasi peristiwa nyata, mereka memutarbalikan kebenaran,' lanjut Vidino.